Nonton bola bersama bapak

Saya dan bapak saya adalah dua sosok yang mirip, entah dari fisik ataupun kepribadiannya. Kita berdua adalah dua orang yang keras kepala dan ingin menang sendiri, tak aneh memang kalau saya dan bapak sering berselisih karena berbeda pendapat.

Bapak adalah orang yang paling ditakuti oleh seluruh anggota keluarga saya, karena ketegasan dan persepsi beliau yang tidak boleh kami ganggu gugat.

Dari dulu bapak sangat demanding, terlebih terhadap saya. Semenjak SMP saya disuruh bapak sekolah di kota dan tinggal bersama keluarga adiknya bapak, saya menurut. Menjelang SMA bapak sudah kasih ultimatum untuk mondok atau tinggal di pesantren, saya pun menurut, walau dengan hati yang berat. Saya mengikuti kehendak bapak untuk mondok. Namun, dua bulan setelahnya saya merengek ingin pulang. Dengan perdebatan yang sangat panjang, akhirnya saya diizinkan kembali pulang ke rumah paman saya dan masih sekolah di tempat yang sama dengan pesantren nya.

Bermula dari situ, saya dan bapak jarang bertegur sapa. Saya paham kalau beliau ingin saya mondok tapi saya tidak bisa memaksakan kehendak beliau yang tidak sinkron dengan keinginan saya. Keadaan seperti ini lama sekali terjadi hingga saya kuliah. Setiap pulang dan ketemu bapak, ada perasaan takut yang hinggap sampai saya tidak berani untuk berdiam lama-lama bersama beliau.

Meskipun kita jarang bertegur sapa, saya dan bapak punya selera dan hobi yang sama, sama-sama suka menonton bola.

Dulu sewaktu bapak masih muda dan saya masih kecil, bapak adalah seorang wasit sepak bola di kampung saya. Saya pun sering melihat beliau dalam beberapa pertandingan antar kampung. Saya pernah lihat beliau dicaci juga karena diduga tidak berbuat adil kepada salah satu team. Sedih juga sih waktu itu.

Nah kebiasaan kita yang suka nonton bola ini menjadi salah satu moment yang berkesan karena saya dan bapak bisa duduk bareng sambil berbincang kecil mengomentari para pemain. Dua saudara perempuan saya tidak ada yang suka bola, jadi bisa dibayangkan ketika pertandingan dimulai, terlebih malam atau dini hari, hanya ada saya dan bapak saya duduk di ruang tv.

Lebih dari setengah umur saya, saya habiskan tidak bersama keluarga. Menonton bola bersama bapak pun sudah jarang terjadi. Beruntung nya, libur lebaran kemarin bertepatan dengan piala dunia. Pasti nya kami punya moment di mana kami menonton bersama lagi.

Malam itu pertandingan antara Jerman dan Meksiko. Saya favoritkan Jerman, bapak hanya menonton saja tanpa tahu siapa yang beliau kagumi.

Saat itu bapak lebih talkative. Beliau bertanya banyak kepada saya tentang negara-negara, terlebih tentang Jerman dan Meksiko. Beliau bertanya berada di manakah dua negara tersebut. Saya pun mengabarkan bahwa Jerman ada di Eropa sedangkan Meksiko ada di benua Amerika Utara. Bapak sangat antusias mendengarkan. Dikarenakan saya pernah ke Jerman, bapak pun semakin semangat bertanya seperti apa Jerman itu.

Bapak selalu terlihat senang ketika saya menceritakan negara-negara yang pernah saya kunjungi. Saya pun jadi banyak mengajari bapak tentang negara-negara. Lebih jauh lagi, saya sampaikan kepada bapak kalau traveling itu banyak manfaatnya, bisa menambah pengetahuan dan teman juga.

Malam itu terasa hangat sekali. Seiring berjalannya waktu, bapak sudah bisa mulai mendengarkan kata-kata atau nasihat dari anak-anaknya terlebih dari saya.

Seperti apapun bapak saya, tetap dia bapak saya. Laki-laki pertama yang paling mencintai saya dan saya cintai pula.

Semoga masih banyak momentmoment nonton bola bersama bapak.

Sehat selalu ya, Pak.

Nanti nonton bola nya bertiga ya sama menantu. 🙂

6 thoughts on “Nonton bola bersama bapak

Leave a comment